Pentingnya Menyadari Kesehatan Sebagai Perempuan Agar Tangguh Secara Fisik dan Mental

By Admin, 27 Maret 2024

Sunset in the mountains

Dalam perjalanan hidupnya, perempuan kerap menghadapi tantangan yang berlapis. Sejak lahir, tubuhnya mengalami berbagai fase biologis yang unik dari menstruasi, kehamilan, persalinan, hingga menopause, semuanya membawa risiko kesehatan fisik yang signifikan. Rasa sakit, kelelahan, dan berbagai perubahan hormonal yang terjadi di setiap fase ini tidak hanya memengaruhi tubuh secara fisik, tetapi juga kondisi psikologis mereka. Namun, ada satu aspek yang sering luput dari perhatian: perempuan juga lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental. Ketidakseimbangan hormon, tekanan sosial, dan ekspektasi budaya membuat perempuan lebih mudah mengalami stres, kecemasan, hingga depresi.

Risiko Kesehatan Mental yang Lebih Tinggi

Sunset in the mountains

Menurut berbagai penelitian, perempuan memiliki kemungkinan dua kali lipat lebih tinggi untuk mengalami gangguan kecemasan dan depresi dibandingkan laki-laki. Hal ini terjadi karena banyak faktor, seperti:

  • Tekanan sosial dan ekspektasi budaya: Perempuan sering dituntut untuk menjadi ‘sempurna’ harus sukses dalam karier, tetapi tetap mengutamakan keluarga.

  • Beban ganda: Perempuan kerap harus menjalankan peran ganda sebagai pencari nafkah dan pengurus rumah tangga, yang dapat menyebabkan kelelahan fisik dan emosional.

  • Perubahan hormon sepanjang hidup: Hormon memainkan peran besar dalam keseimbangan emosi, dan perubahan signifikan saat menstruasi, kehamilan, dan menopause sering memicu gangguan kesehatan mental.

  • Paparan lebih tinggi terhadap kekerasan dan pelecehan: Perempuan memiliki risiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan diskriminasi yang berdampak pada trauma psikologis.

Rentan di Setiap Tahap Kehidupan

Perempuan menghadapi tantangan mental dan emosional yang berbeda di setiap tahap kehidupan mereka:

  • Masa Remaja: Pubertas membawa perubahan hormon yang signifikan. Banyak remaja perempuan mengalami Premenstrual Syndrome (PMS) yang ditandai dengan nyeri haid, perubahan mood, dan kelelahan. Selain itu, kehilangan darah saat menstruasi bisa menyebabkan anemia defisiensi besi, yang ditandai dengan pusing, lemas, dan kulit pucat. Tekanan sosial serta standar kecantikan yang tidak realistis juga bisa memicu gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa.

  • Dewasa Muda: Di usia 20-an hingga awal 30-an, banyak perempuan mengalami sindrom ovarium polikistik (PCOS) yang menyebabkan menstruasi tidak teratur, jerawat parah, dan sulit hamil. Migrain juga lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki karena dipengaruhi oleh fluktuasi hormon estrogen. Selain itu, tekanan akademik dan pekerjaan membuat banyak perempuan rentan terhadap gangguan kecemasan umum (GAD) dan insomnia.

  • Dewasa: Saat memasuki usia 30-an hingga 40-an, banyak perempuan mulai menghadapi risiko endometriosis, yaitu kondisi nyeri hebat akibat pertumbuhan jaringan rahim di luar rahim. Kehamilan dan persalinan juga dapat menyebabkan komplikasi seperti diabetes gestasional, hipertensi kehamilan, dan depresi pasca persalinan. Sementara itu, beban ganda sebagai ibu dan pekerja membuat perempuan lebih rentan mengalami burnout, gangguan panik, dan depresi mayor.

  • Usia Paruh Baya: Memasuki usia 40-an hingga 50-an, perempuan mengalami menopause yang disertai gejala seperti hot flashes, gangguan tidur, serta peningkatan risiko osteoporosis akibat penurunan hormon estrogen. Banyak perempuan juga mulai mengalami hipotiroidisme, yang menyebabkan kelelahan, kenaikan berat badan, dan depresi. Selain itu, perubahan peran dalam keluarga sering kali memicu gangguan mood dan perasaan kehilangan identitas.

  • Lansia: Di usia lanjut, perempuan lebih berisiko mengalami osteoporosis dan osteoporosis yang menyebabkan nyeri sendi dan kesulitan bergerak. Selain itu, mereka lebih rentan terkena Alzheimer dibanding laki-laki. Kesepian akibat kehilangan pasangan atau anak-anak yang sudah mandiri juga bisa berkembang menjadi depresi lansia. Ditambah dengan inkontinensia urin, yang umum terjadi pada perempuan lanjut usia, kondisi ini dapat menurunkan kualitas hidup mereka secara drastis.

Solusi untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan

Sayangnya, masih banyak stigma yang menghalangi perempuan untuk mencari bantuan profesional terkait kesehatan mental. Mereka sering dianggap ‘terlalu sensitif’ atau ‘berlebihan’ ketika menunjukkan tanda-tanda stres dan kecemasan. Padahal, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Banyak perempuan yang memilih untuk menekan emosinya karena takut dianggap lemah. Mereka cenderung mengabaikan tanda-tanda gangguan mental seperti kecemasan berlebih, insomnia, atau kelelahan emosional yang terus-menerus. Akibatnya, banyak dari mereka yang mengalami burnout atau bahkan mengalami gangguan mental yang lebih serius tanpa penanganan yang tepat.

Untuk menjaga keseimbangan fisik dan mental, perempuan perlu merawat tubuh dan pikirannya secara menyeluruh. Pola makan yang sehat dengan asupan nutrisi yang cukup sangat penting untuk menjaga kesehatan tulang, otak, serta metabolisme tubuh. Olahraga secara rutin juga dapat membantu menjaga kesehatan jantung, meningkatkan hormon bahagia, dan mengurangi risiko penyakit kronis. Selain itu, pemeriksaan kesehatan rutin seperti pap smear, tes mamografi, dan cek gula darah sangat penting untuk deteksi dini penyakit yang sering menyerang perempuan.

Di sisi mental, manajemen stres menjadi hal yang krusial. Melakukan teknik relaksasi seperti meditasi, mindfulness, atau sekadar meluangkan waktu untuk diri sendiri bisa membantu mengurangi tekanan psikologis. Dukungan sosial juga memiliki peran besar dalam menjaga kesehatan mental. Perempuan yang memiliki lingkungan suportif dari keluarga dan teman cenderung lebih mampu menghadapi tantangan emosional dibandingkan mereka yang merasa terisolasi.

Menciptakan Lingkungan yang Lebih Peduli

Sunset in the mountains

Penting bagi kita untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perempuan dalam menjaga keseimbangan fisik dan mentalnya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mendukung kesehatan mental perempuan adalah:

  • Edukasi tentang kesehatan mental: Meningkatkan pemahaman bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.

  • Akses terhadap layanan kesehatan mental: Mempermudah perempuan dalam mendapatkan bantuan psikologis tanpa rasa malu atau takut akan stigma.

  • Mendukung kebijakan ramah perempuan: Mendorong kebijakan perusahaan yang memberikan fleksibilitas kerja bagi perempuan agar mereka dapat menyeimbangkan kehidupan pribadi dan profesional.

  • Membangun komunitas yang suportif: Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan lingkungan kerja dapat membantu perempuan mengatasi tekanan hidup dengan lebih baik.

Perempuan tidak hanya butuh kuat secara fisik, tetapi juga sehat secara mental. Sudah saatnya kita berhenti mengabaikan kesehatan mental mereka dan mulai membangun ekosistem yang lebih peduli. Kesehatan mental bukanlah tanda kelemahan melainkan kunci bagi perempuan untuk menjalani hidup yang lebih bermakna dan bahagia.