5 Seniman Perempuan di ARTJOG 2025: Menyulam Makna dari Kehidupan

By Admin, 26 Juni 2025

Sunset in the mountains

ARTJOG 2025 kembali hadir di Jogja National Museum mulai 20 Juni hingga 31 Agustus 2025. Tahun ini, ARTJOG mengusung tema besar "Motif: Amalan" sebuah ajakan untuk melihat bahwa karya seni bukan hanya soal estetika, tapi juga tentang nilai, dan niat. Menariknya, ada lima seniman perempuan yang karya-karyanya benar-benar menyuarakan pengalaman, perasaan, dan perjuangan perempuan dari sudut yang jarang disorot. Siapa saja mereka? Yuk, kenalan!

1. Dian Suci Rahmawati: Beneath Fingers, Echoing Through the Shadow of a Still House

Sunset in the mountains

(Sumber : Artjog.id)

Lahir di Yogyakarta tahun 1985, Dian adalah lulusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Dian terinspirasi dari kehidupan pekerja rumahan di Bali. Mereka menjahit, mencetak, merakit semua dari rumah tanpa kontrak, tanpa jaminan, dan sering kali tanpa batas waktu kerja. Karyanya mengajak kita melihat lebih dalam di balik produk-produk fesyen berlabel "ethical" atau "empowerment", ada tubuh dan waktu perempuan yang nyaris tak terlihat. Lewat karyanya, Dian memberi suara pada mereka yang selama ini diam.

2. Faelerie: The Thirteen Offerings

Sunset in the mountains

(Sumber : Artjog.id)

Faelerie lahir di Wonosobo tahun 1994 dan menempuh pendidikan di ISI Yogyakarta, jurusan Desain Komunikasi Visual. Lewat rajutan tangan, Faelerie menampilkan sosok-sosok tubuh yang digantung sungsang, lemas tapi penuh makna. Ia ingin menunjukkan bahwa kerapuhan bukan kelemahan, tapi bagian dari kekuatan. Karya ini menggambarkan pengorbanan, ketulusan, dan emosi manusia yang sering kita rasakan diam-diam. Setiap simpul benang adalah cerminan laku, usaha, dan pengabdian yang tak selalu terlihat, tapi nyata.

3. Cagi (Syagini Ratna Wulan): The Labyrinth I Become

Sunset in the mountains

(Sumber : Artjog.id)

Cagi lahir di Bandung pada 1979. Ia menyelesaikan pendidikan seni di ITB dan kemudian melanjutkan studi budaya di Goldsmiths College, University of London. Cagi mengajak kita merenung tentang dunia yang makin penuh gambar, informasi, dan distraksi. Ia menuangkan itu semua ke dalam lukisan-lukisan besar yang penuh detail seolah kita sedang melihat ke dalam labirin isi kepala manusia zaman sekarang. Lewat karya ini, Cagi ingin kita berhenti sejenak dan bertanya: apakah kita benar-benar hadir, atau hanya sedang "mengambang" dalam dunia digital?

4. Veronica Liana: Rupa Tan Mantra

Sunset in the mountains

(Sumber : Artjog.id)

Lahir di Surabaya tahun 1990, Veronica menempuh pendidikan di SMK Negeri 12 (dulu Sekolah Menengah Seni Rupa) dan melanjutkan ke ISI Yogyakarta, jurusan Seni Murni. Veronica membuat instalasi dari benda-benda rumah tangga seperti setrika, kompor, mainan anak, hingga laptop semua dibuat dari kain. Ia terinspirasi dari perannya sebagai ibu, dan menggambarkan betapa besar, penting, dan sering kali tak terlihatnya pekerjaan rumah. Lewat karyanya, Veronica ingin bilang: amalan sehari-hari perempuan di rumah juga punya nilai dan layak diapresiasi.

5. Zuraisa: Trace of Eve's Good Deeds

Sunset in the mountains

(Sumber : Artjog.id)

Zuraisa lahir di Bandung tahun 1995. Ia pernah belajar di Freie Universität Berlin, lalu di IKJ dan ISI Yogyakarta. Zuraisa menghadirkan sosok-sosok perempuan di atas keramik, dengan bentuk tubuh yang tidak selalu sempurna tapi justru itulah maknanya. Ia ingin mengajak kita merayakan keunikan dan kekuatan perempuan yang berbeda-beda. Dalam karyanya, ada juga simbol-simbol spiritual dan binatang seperti ular dan harimau yang menunjukkan bahwa perempuan bisa lembut sekaligus kuat, penuh kasih tapi juga tegas.

Ketika Perempuan Berkarya, Dunia Mendengar

Kelima seniman perempuan ini menghadirkan karya yang tidak hanya mengesankan secara visual, tapi juga menyentuh hati dan membuka mata. Mereka menunjukkan bahwa seni bisa datang dari pengalaman sehari-hari, dari tubuh yang bekerja, dari emosi yang rapuh, dari peran yang sering kali tak terlihat. ARTJOG 2025 bukan hanya tentang menikmati karya, tapi juga tentang merayakan proses di baliknya. Dan di tangan para perempuan ini, proses itu menjadi bentuk keberanian, ketulusan, dan kekuatan yang tak ternilai.